Ustadz Rozi Munawir atau yang kerap disapa dengan Ustadz Rozi merupakan salah satu Dai Tugas alumni Ma’had Nurul Haromain, Pujon, Malang. Beliau kelahiran Gresik 1986, pernah mondok di Madrasah Aliyan, Ponpes Komarudin, Bungah, Gresik. Selanjutnya beliau mondok di Ponpes At Tayyibah, Pasuruan yang dibina oleh Ustadz Maftuh, alumni Habib Zen bin Smith. Beliau juga sempat mondok di Bogor sebelum akhirnya mondok ke Baabusalam, Ampel untuk memperoleh pendidikan Al-Qur’an dan Tahfidz.
Berbeda dengan santri-santri Ponpes Nurul Haromain pada umumnya, Ustadz Rozi awalnya sama sekali tak mengenal apa itu Ponpes Nurul Haromain, siapa yang mengajar dan apa orientasi kedepannya. Beliau juga tidak mendapat rekomendasi dari ustadz manapun untuk mondok di Pujon. Awalnya niat beliau hanya mencari Pondok Pesantren yang gratis, karena beliau sadar berasal dari keluarga yang ekonominya biasa-biasa saja, sedangkan keinginan untuk menuntut ilmu beliau masih menggebu-gebu.
Beliau mencari-cari di majalah dan bertanya ke beberapa kenalan beliau tentang Pondok Pesantren yang gratis. Qadarullah, beliau menemukan informasi tentang Pondok Pesantren Nurul Haromain. Beliau tidak tahu siapa pengasuhnya dan apa yang akan diajarkan di sana, yang beliau garis bawahi adalah kata “Gratis”.
Bermodal nekat dan pengetahuan seadanya, beliau naik angkutan umum ke Pujon. Setelah naik dari angkutan umum satu ke angkutan umum lainnya, beliau menelusuri satu-persatu lokasi dan bertanya lokasi Ponpesnya. Beliau belum pernah ke sana dan hari itu beliau masih berniat untuk survei lokasi.
Saat berada di pintu gerbang pondok, beliau bertemu dengan Ustadz Kamal dan Gus Saadah. Mereka bertanya tentang tujuan Ustadz Rozi. “Mau kemana, mau sowan saja atau bagaimana?” tanya ustadz Kamal.
“Iya, mau sowan saja,” jawab ustadz Rozi.
Waktu itu Ustadz Rozi belum berniat untuk mondok. Beliau hanya ingin melihat-lihat kondisi di sana. Beliau pun dipertemukan dengan Abina K.H. Muhammad Ihya’ Ulumiddin, atau yang biasa dipanggil Abi Ihya,’ pengasuh Pondok Pesantren Nurul Haromain di ndalem atau kediaman beliau yang sudah jadi satu dengan pondok.
Saat itu beliau baru pertama kali bertemu dengan Abi Ihya’. Waktu itu, perut beliau sebenarnya sudah tidak kuasa menahan lapar, namun tidak beliau ungkapkan. Meski begitu, sebelum diajak bicara, Abi Ihya’ tiba-tiba mengambilkan sepiring makanan dan segelas minuman untuk Ustadz Rozi. Ustadz Rozi pun canggung menerima makanan dari Abi Ihya’ dan beliau berkesan dengan peristiwa tersebut.
Kemudian Ustadz Rozi pun bercerita bahwa beliau sebenarnya ingin mondok namun tidak punya biaya. Beliau juga bercerita kalau pernah mondok di beberapa tempat. Rupanya Abi Ihya’ mengenal Ustadz Maftuh, guru Ustad Rozi di Pasuruan.
Abi Ihya’ pun menceritakan sejarah, budaya, dan ujian-ujian yang perlu dilalui untuk tes masuk pondok, di antaranya lancar membaca kitab kuning, tes bahasa arab, dan tes Al Qur’an. Kemudian Abi Ihya’ pun menawarkan ustadz Rozi untuk menginap di Pondok, “Kalau ingin mondok di sini, nginap dulu ya?”
Ustadz Rozi pun menginap di pondok dan mengetahui keseharian para santri yang giat berkhidmah dan berdakwah ke masyarakat. Niat beliau untuk mondok pun makin mantap. Beliau pun pulang, beberapa hari kemudian, beliau kembali ke pondok dengan membawa perbekalan yang cukup dan kesiapan untuk dites. Alhamdulillah, beliau diterima di pondok dan mondok selama 6 tahun di Ponpes Nurul Haromain Pujon.
Sejak mondok di Pujon pada tahun 2011, Ustadz Rozi mendapat banyak pelajaran baik di pondok maupun di masyarakat. Para santri Pujon diberi waktu 3 hari dalam seminggu untuk terjun di masyarakat. Beliau dipaksa secara positif untuk turut membina warga dan menyelesaikan masalah di masyarakat. Semua santri diuji dengan amanah, agar bisa menjadi manusia-manusia yang bertanggung jawab dan dapat berguna di masyarakat.
Tahun 2017, salah satu santri Abi Ihya’ dari kalangan mahasiswa, dr. Jamal memohon kesediaan Abi Ihya’ untuk mengirimkan Dai Tugas ke daerah beliau. Ustadz Rozi pun ditunjuk untuk berdakwah di sana, tepatnya di desa Tolbuk, Bangkalan, Pulau Madura.
Ustadz Rozi menempati rumah yang cukup lama tidak dihuni. Di rumah kosong tersebut, beliau membangun dakwah dari nol. Awalnya beliau bingung dan minder, karena beliau tidak kenal siapa-siapa dan tidak bisa berbahasa Madura. Beliau pun diamanahi untuk membuka Rumah Tahfidz Al Quran Al Fauzi. Nama Al Fauzi diambil dari nama ayahanda dari dr. Jamal. Al Fauzi sendiri artinya juga, keberuntungan, kemenangan, dan keberhasilan.
Perlahan, tetangga-tetangga beliau menitipkan anaknya. Mulau dari satu dan dua santri, menjadi puluhan bahkan sampai ratusan. Ustadz Rozi pun awalnya tak luput dari kecurigaan beberapa warga karena awalnya beliau dianggap orang luar dan menggunakan nama “Rumah Tahfidz” yang jarang digunakan oleh warga kampung tersebut. Namun usaha Ustadz Rozi untuk mendatangi para tokoh masyarakat, belajar bahasa Madura dan mencoba mengerti budaya warga sekitar membuat beliau mudah diterima masyarakat dan membantah tuduhan-tuduhan tak berdasar tersebut.
Pada tanggal 10 September 2022 Ustadz Rozi mengadakan peletakan batu pertama yang dihadiri oleh Abi Ihya’. Acara tersebut sekalian meresmikan Pondok Pesantren yang diasuh oleh beliau dengan nama yang baru yaitu, Pondok Pesantren Nurul Haromain 93 Ribath Tahfidz Al Qur’an Fauzi.
Saat ini ada sekitar 30 santri mukim dan 100 santri TPQ di pondok yang beliau asuh. Beliau membina para santri penghafal Al Qur’an dengan metode tikrar atau mengulang-ulang bacaan. Sampai sekarang Ustadz Rozi masih berdakwah di Ribath Tahfidz Al Quran Al Fauzi. “Yang paling utama adalah kita cari ridho dan manut pada guru agar diberi ridho Alloh dalam perjalanan dakwah kita,” pungkasnya.
Begitulah perjalanan Ustadz Rozi dalam mencari ilmu dan berdakwah. Berawal dengan niat tulus ingin mencari ilmu meskipun dalam kondisi pas-pasan, membuat Ustadz Rozi dipertemukan dengan seorang guru yang memiliki keteladanan dan teman-teman yang senasib dalam perjuangan dakwah. Alhamdulillah, itu semua menjadi penguat beliau dalam berdakwah di pulau Madura