Ustadz Akhmad Fahrurrozy Mudhoffar, ustadz Rozi adalah Dai Tugas Al Haromain yang bertugas di Pondok Cabang Nurul Haromain 91, Pondok Entrepreneur Umat, Liman Benawi, Trimurjo, Lampung Tengah, Lampung. Beliau mengenal Abina KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin (Abi Ihya’) dan Abuya As Sayyid Ahmad bin Alawi Al Maliki (Abuya) dari guru beliau, Abi Muhtar Nawawi, Ma’had Darut Tauhid, Gulbung, Sampang. Beliau mendapat rekomendasi langsung dari sang Guru, melanjutkan ke Ma’had Nurul Haromain yang dibina oleh Abi Ihya’.
Ia mondok di Pujon selama 6 tahun. Satu tahun beliau berkhidmat sebagai guru tugas di Dompu, Sumbawa, NTB. Tahun 2017 beliau termasuk salah satu santri yang mendaftar untuk dikirim ke Abuya As Sayyid Ahmad, Rushoifah, Makkah.
Dalam perekrutan santri Abuya, yang bisa mendaftar hanya santri yang pernah mondok di Ma’had Nurul Haromain, Pujon atau di Darul Lughoh wad Dakwah, Bangil, Pasuruan. Saat ini harus dengan rekomendasi dari Hai’ah As Shofwah Al Malikiyah atau himpunan alumni Abuya Al Maliki. Seleksi dilakukan di kedua pondok itu dengan ujian Al Qur’an, bahasa arab dan kitab kuning. Hasil akhir ditentukan oleh istikhoroh Abuya As Sayyid Ahmad sendiri.
Kabarnya, ustadz Rozi termasuk salah satu santri yang tidak diterima mondok di Ma’had Nurul Haromain, beliau kurang dalam ilmu alat dan Nahwu-horrof. Qodarullah beliau diizinkan untuk tetap mondok. Menurutnya, itu keberkahan dari guru beliau, Abi Muhtar Nawawi. Tahun 2017, beliau bisa melanjutkan safar keilmuan menuju Rushoifah dengan keberkahan luar biasa yang beliau terima dari Abi Ihya’. Beliau berangkat sebagai Santri Ahlul Jiwar oleh Abuya.
Di pondok Rushoifah, ada 3 kelompok santri. Santri Dakhili, santri yang berangkat melalui pendaftaran dan persyaratan dari Hai’ah As Shofwah Al Malikiyah. Santri tersebut disyaratkan harus mondok minimal 10 tahun. Mereka tinggal di pondok bersama Abuya, mengikuti keseharian beliau, dan mengikuti pengajian intensif khusus santri beliau.
Kedua, Santri Khoriji, santri dari warga mukim sekitar, pekerja dan warga yang hanya mengikuti pengajian Abuya secara umum. Ustadz Rozi masuk kelompok ketiga, Santri Ahlul Jiwar atau Mulazim Khos, santri yang tinggal di luar pondok, tapi diizinkan untuk berkhidmah pada Abuya, sholat subuh bersama Abuya, buka bersama, i’tikafan, khidmah membersihkan pondok dan khidmah pada tamu Abuya. Seperti Santri Dakhili, ustadz Rozi juga mengikuti kegiatan taklim rutin Abuya, yaitu ba’da Subuh, jam 8 pagi, dan ba’da maghrib. Di masa pendidikan beliau, Santri Ahlul Jiwar berjumlah sekitar 30 orang.
Abuya adalah guru yang dekat dengan para santrinya. Suatu saat, ada bookfair di Jeddah, Abuya memberikan uang saku pada seluruh santrinya agar membeli buku yang mereka inginkan. Ustadz Rozi, diberi beberapa riyal. Beliau dan kawan-kawan pun berangkat membeli buku. Ustadz Rozi dan kawan-kawan bersepakat sembunyi dari Abuya agar tidak sungkan dan bebas membeli buku sesuai keinginan.
Beliau bersembunyi dari Abuya. Saat itu Abuya bersama santri beliau, ustadz Rosyid. Ustadz Rozi mendengar bahwa ustadz Rosyid menuju sisi barat gedung, beliau dan kawan-kawan menuju ke timur. Saat sudah aman, ustadz Rozi pun mengambil buku.
Beliau membuka satu buku sekilas. Saat menutup buku, rupanya Abuya sudah berada di hadapannya. Sontak, ia pun kaget. Abuya yang juga melihat santrinya itu pun mengejek, menjulurkan lidah, seolah berkata, “Nah… ketahuan juga…!”.
Ustadz Rozi tertawa malu, tertangkap basah bersembunyi dari guru beliau. Abuya tidak marah, membuktikan betapa guyub dan dekatnya beliau dengan santri-santrinya.
Ustadz Rozi mondok di Rusaifah, Makkah selama tiga tahun. Beliau tak ingin pulang kampung tapi saat itu terdapat kesalahpahaman dengan legalitas kependudukan beliau di Makkah. Beliau termasuk terkena dampak pemulangan pendatang Saudi Arabia karena pandemi Covid 19.
Abuya pun mengerti setelah dijelaskan masalahanya. Abuya meridloi dengan pesan agar mulazamah atau menetap pada Abi Ihya’. Ustadz Rozi pun menyampaikan pesan tersebut pada Abi Ihya’ dan bersedia memenuhi amanah dakwah di Ma’had Nurul Haromain Pujon.
Setelahnya, ustadz Rozi dikirim oleh Abi Ihya’ untuk berdakwah di Pondok Pesantren Nurul Haromain 91, Liman Benawi, Trimurjo, Lampung Tengah, Lampung. Pondok tersebut merupakah hasil wakaf dari Sukses Berkah Community dan dinamakan Pondok Entrepreneur Umat. Diharapkan pondok tersebut dapat mengkader santri paham agama dan cerdas dalam berbisnis sehingga dapat bermanfaat bagi umat islam.
Lokasi tersebut merupakan daerah transmigrasi. Ustadz Rozi sering berjumpa orang asal Jawa, Madura dan lain-lain. Wilayah dakwahnya sangat majemuk. tapi jika diundang pengajian, mereka hadir dan bisa menerima nasihat.
Meski tidak sepakat dengan maulid, ketika diterangkan alasan dan fadhilah maulid Nabi, orang tersebut menerima pandangan ustadz Rozi. Itu karena beliau berusaha menerangkan dasar hukumnya tanpa memvonis yang tidak sependapat dengan beliau.
Suatu saat, orang kejawen menanam kepala kerbau di lingkungan ustadz Rozi. Banyak warga yang menanyakan hukumnya ke ustadz Rozi. Ustadz Rozi menjawab, “tunggu dulu, saya minta pertimbangan Kiai saya.”
Abi Ihya’ berpesan, tidak menjawab pertanyaan dan fokus mengerjakan amaliyah yang ia yakini. Ustadz Rozi pun ke orang kejawen langsung dan menyatakan pendapatnya secara pribadi, beliau tidak sepakat, hal tersebut tidak dibenarkan dalam islam tapi ustadz Rozi tidak memvonis syirik, itu tradisi yang dikikis secara perlahan agar pelaku tidak kaget dengan vonis syirik.
Qodarullah, orang itu menghargai dan mengalah. Orang-orang yang bertanya tadi pun berterima kasih karena ustadz Rozi sudah menegur orang tersebut secara langsung. Meski keyakinan berbeda, dengan pendekatan yang baik, orang lain akan bisa menerima.
Ustadz Rozi berpesan agar menghadirkan Allah SWT dalam setiap urusan, terutama urusan dakwah. Jangan mudah berkecil hati, pertolongan Allah, membuat yang sulit akan mudah, setiap masalah akan selesai. Serta tidak lupa sambung para guru, dengan mendoakan beliau, atau dengan berusaha senantiasa berjalan pada metode yang didapat dari sang guru.
Sumber : Majalah Al Haromain