Ustadz Zidan dan Ustadz Shobirin merupakan dua santri alumni Pondok Pesantren Nurul Haromain, Pujon, Malang. Mereka berdua adalah para santri Abina KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin (Abi Ihya’) dan KH. Syihabbudin Syifa’ (Ammi Syihab). Keduanya menempuh nasib yang sama saat ditugaskan pada salah satu Pondok Pesantren di Simbaringin, Kutorejo, Mojokerto. Mereka berdua saling bahu membahu mendirikan sebuah pondok yang dinamai oleh Guru mereka, Abi Ihya’ dengan sebutan Darun Naqo.

Mereka berdua sedang dalam proses membangun pondok tersebut mulai dari nol.  Walaupun pondoknya belum ada, keduanya sudah membina 40 santri tahfidz yang mukim Saat ini, santri-santri beliau tersebut dimukimkan di rumah saudara beliau yang sekaligus difungsikan sebagai pondok sementara.

Panggilan Khidmah dan Bersaudara Karena Allah SWT

Ustadz Zidan masuk Pondok Pesantren Ma’had Nurul Haromain pada tahun 2016. Sebelumnya, ia mondok di Pondok Pesantren Miftakhul Mubtadiin al Umri, Tegal yang dibina oleh K.H. Amirudin Umar. Setelah lulus dari sana, ia diminta untuk memilih dikirim ke NTT atau ke Nurul Haromain, Pujon. Qodarullah, beliau memutuskan untuk mondok ke Pujon.

Setelah melalui test masuk Ma’had Nurul Haromain, ia ditawari untuk menjadi Santri Pondok Putra atau menjadi Diwan (Santri Khidmah) di pondok. Ustadz Zidan awalnya memilih menjadi diwan selama 3 tahun dan menjadi bagian kebersihan pondok. Namun, setelah genap 3 tahun, beliau diminta oleh Ammi Syihab untuk masuk menjadi Santri Pondok Putra. Ustadz Zidan juga diberi kesempatan untuk berdakwah di batu, tepatnya di desa Torongrejo sekitar 1 tahun.

“Alhamdulillah, karena dakwah tersebut melanjutkan dai yang terdahulu, jadinya lumayan enak dan mudah, diberi waktu ceramah, ada majlis yatim-piatu, istighosah malam, khutbah jum’at dan lain-lain, memang beda dengan yang memulai dakwah dari nol, namun dakwah merupakan sebuah jalan warisan dari para nabi yang patut kita syukuri dan jalankan apapun itu kendalanya,” ujarnya.

Setelah itu, Ustadz Zidan juga berdakwah di Kediri selama setengah tahun. Qodarullah, beliau dikenalkan dengan salah satu putri kerabat Abi Ihya’. Setelah berkenalan, 18 hari setelahnya langsung disuruh nikah, akan tetapi awalnya ragu karena Ustadz Zidan masih mondok bahkan mengatakan ke Abi Ihya’, ”Saya masih bingung Abi karena saya belum punya persiapan apa-apa.”

Namun, keraguan beliau langsung dijawab oleh Abi Ihya’,”awakmu ojo melu adat, meluo syariat, le! Melu adat, awakmu gak nikah-nikah (kamu jangan mengikuti adat, ikutilah syari’at, nak! Kalau mengikuti adat niscaya kamu tidak nikah-nikah).

Abi Ihya’ mengatakan, istikhorohnya bagus dan dengan mantap langsung Ustadz Zidan mengiyakan dan langsung dinikahkan. Ia mengaku, sami’na wa’atho’na kepada Abi Ihya’. Apapun yang disampaikan oleh Abi Ihya’, beliau akan menurutinya.

Ustadz Shobirin yang merupakan rekannya sesama santri di Nurul Haromain juga dinikahkan oleh Abi Ihya’. Awalnya, Ustadz Shobirin mondok di Mamba’us Sholihin, Suci, Gresik. Lalu, ia mondok di Nurul Haromain dan mengajar di Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Al Haromain, SMP Fityani, Pujon.  Jika Ustadz Zidan mendapat kakaknya, maka Ustadz Shobirin mendapat adiknya. Akhirnya, dua santri alumni Nurul Haromain tersebut menjadi saudara karena dakwah lillahita’alah.

Kiprah Dakwah di Mojokerto

Setelah menikah, Ustadz Zidan dan Ustadz Shobirin melanjutkan perjuangan dakwah mertua beliau. Namun, keduanya membangun pondok mulai dari nol lagi dengan nama Darun Naqo’. Nama tersebut, diberikan oleh Abi Ihya’ ketika beliau menghadiri pemakaman Kiai Mahfudz Syaubari, Kiai Pondok Pesantren Riyadlul Jannah, Pacet. Ustadz Zidan dan Ustadz Shobirin saat itu dipanggil oleh beliau, setelah Abi Ihya’ memimpin do’a untuk Kiai Mahfudz Syaubari

“Dan, namakan pondokmu Darun Naqo,” ujar Abi Ihya’ kepada Ustadz Zidan.

Ustadz Zidan dan Ustadz Shobirin dengan mantap menggunakan nama tersebut untuk berdakwah. Lokasi dakwah mereka di Simbaringin, Kutorejo atau yang biasa disebut penduduk lokal dengan Kota Para Raja karena berada di wilayah Mojokerto yang dulu merupakan wilayah kerajaan Majapahit. Meski begitu, keduanya berada di lokasi yang rata-rata warganya pekerja  pabrik, sehingga jam’iyah, ormas keagamaan dan pergerakan para pemuda sangat sedikit yang berkembang di sana.

Kebanyakan warga sekitar merupakan pendatang dan jarang di rumah. Ada juga, warga yang menolak dakwah. Namun, bagaimanapun keduanya tetap istiqomah menghidup-hidupi lingkungan sekitar dengan taklim dan tahsin Al-Qur’an di Masjid terdekat.

Ustadz Zidan mengingat nasihat Abi Ihya’ pada beliau, “Kalo ada kamar mandi pasti comberan atau gotnya tidak jauh dari kamar mandi tersebut, kalau ada tempat yang bersih atau pondok, yang tidak suka pastinya juga dari sekitar pondok, tetap sabar, namanya orang dakwah pasti banyak rintangannya, tetap sabar dalam menghadapi ujian dakwah.”

Dari nasihat tersebut, beliau tidak ragu untuk terus menghidup-hidupi Masjid terdekat. Beliau juga pernah mengadakan Haul Abuya Sayyid Muhammad, Sholawatan bersama Habib Hilmi Baroqbah, santunan yatim-dhuafa dan kegiatan lainnya untuk menghidupi dakwah di wilayah beliau.

Pada akhir tahun 2022, para Santri Ma’had Nurul Haromain mengadakan Amal Bakti Santri (ABS) di wilayah Ustadz Dana, Mojosari. Dari momen tersebut, Ustadz Zidan dan Ustadz Shobirin diberi kesempatan untuk mengisi Musholla Al Ikhlas dan Musholla At Taqwa serta merutinkan bacaan dzikir jama’i dan taklim rutin bersama jama’ah.

Walaupun berusaha aktif di luar, namun prioritas dakwah keduanya adalah di Pondok Pesantren Darun Naqo’. Saat ini, keduanya sedang merencanakan pembangunan tempat sekolah dan sakan (asrama) santri. Keduanya juga menyadari bahwa kemudahan dakwah yang mereka dapatkan saat ini juga dari barokahnya Abi Ihya’, Sang Murobbi yang alim serta mampu membimbing santri-santrinya dalam berdakwah. Oleh karenanya, keduanya berpesan agar jangan sampai sekali-kali melupakan jasa Sang Guru.

“Kami berdua tidak punya apa-apa, ini semua barokah dari jasa guru kami yaitu Abi Ihya’ dan Ammi Syihab,” ujarnya.

Sumber : Majalah Al Haromain

Bagikan Berita: